Apa itu sosiologi ?
Sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang perilaku sosial antara individu dengan individu,
individu dengan kolompok, dan kelompok dengan kelompok. Menurut Selo Soemardjan
dan Soelaeman Soemardi. Pengertian Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang
mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah jauh dengan yang namanya hubungan sosial, karena
bagaimanapun hubungan tersebut memengaruhi perilaku orang-orang. Sebagai bidang
studi, cakupan sosiologi sangatlah
luas. Sosiologi juga mempelajari bagaimana
orang mempengaruhi kita, bagaimana institusi sosial utama (pemerintah, agama, dan ekonomi) memengaruhi kita, serta bagaimana
kita sendiri memengaruhi orang lain, kolompok dan bahkan organisasi.
Bagaimana kondisi
sosiologi di Indonesia saat ini terutama ketika wabah virus corona berlangsung?
Pada Januari 2020 lalu, dunia dikejutkan dengan ditemukannya kasus wabah
virus corona yang diduga sumber asalnya dari Kota Wuhan, Cina. Tidak hanya berdampak pada kehidupan sosial-ekonomi negara Cina atas wabah virus corona ini, negara-negara lain pun ikut
terkena dampaknya termasuk salah
satunya negara Indonesia.
Saat awal merebaknya wabah virus corona, masyarakat Indonesia merespon dengan
berbagai reaksi atas fenomena
global ini. Ada yang merespon dengan tenang, serius, dan juga dengan candaan. Hingga akhirnya
pada 2 Maret 2020, Presiden Jokowi menyatakan bahwa ada dua WNI yang dinyatakan positif terjangkit virus corona. Pernyataan Presiden Jokowi tampaknya telah mempengaruhi
situasi dan kondisi psikologis dan sosiologis masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat yang tinggal di wilayah korban yang positif terjangkit virus corona.
Saat awal sebelum Presiden Jokowi menyatakan ada warga Indonesia yang positif terjangkit virus Covid-19, lebih dominan rasa cemas yang dimiliki masyarakat Indonesia, sebab rasa cemas ini merupakan suatu yang irasional dan objek
ketakutan atas wabah virus Covid-19
di Indonesia yang belum terbukti
dan nyata. Namun keadaan
kecemasan itu kini telah berubah menjadi
ketakutan, karena rasa takut adalah suatu hal yang rasional,
karena sudah memiliki objek ketakutan yang nyata dan jelas, yaitu wabah virus corona telah terjadi di Indonesia. Sebenarnya, rasa ketakutan dan cemas pada
diri masyarakat terhadap wabah virus corona adalah sesuatu hal yang manusiawi. Namun jika masalah tersebut tidak diatasi secara sosiologis, maka masyarakat akan mengalami disorganisasi
dan disfungsi sosial.
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Masalah Sosiologi Saat Pandemi Covid-19 Berlangsung
Kehadiran pandemi Corona virus Disease 2019 (Covid-19) telah mengubah tatanan kehidupan di seluruh dunia dalam waktu singkat. Mungkin tidak ada yang pernah membayangkan, bahwa pandemi ini akan menyebabkan derita kemanusiaan yang begitu mendalam. Bahkan dalam waktu yang singkat, pandemi ini telah menyebar dalam skala luas dengan cepat dan menyebabkan banyak korban jiwa.
Dari segi sosiologis, pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan sosial yang tidak direncanakan. Artinya, perubahan sosial terjadi secara sporadis dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh masyarakat. Akibatnya, segala aspek kehidupan masyarakat mengalami disorganisasi sosial karena ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi pandemi ini.
Ketidak siapan kondisi masyarakat dalam menerima perubahan akibat pandemi Covid-19 tentunya dapat menggoyahkan nilai dan norma sosial yang telah dianut dan berkembang oleh masyarakat selama ini. Perlu dipahami, kedinamisan dalam perubahan di tatanan sosial saat mendapat stimulus tertentu adalah ciri otentik dari suatu masyarakat, dalam hal ini adalah rasa takut atas wabah virus corona. Kondisi perubahan ini bersifat interpenden. Artinya, sulit untuk membatasi perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat karena masyarakat merupakan mata rantai yang saling terkait. Oleh karena itu, diorganisasi dan disfungsi sosial dapat terjadi pada masyarakat.
Disorganisasi pada masyarakat akan menyebabkan tidak menentunya situasi sosial yang dapat berdampak pada tatanan sosial di masyarakat. Wujud nyata dari dampaknya, yaitu berupa prasangka dan diskriminasi. Hal ini bisa dilihat di media dengan berbagai pemberitaan mengenai reaksi masyarakat ketika ada warga Indonesia positif terjangkit virus corona. Misalnya, ada masyarakat yang mulai membatasi kontak sosialnya untuk tidak menggunakan angkutan umum, transportasi online, dan menghindari berinteraksi diruang sosial tertentu (seperti pasar dan mall) karena khawatir tertular virus corona.
Prasangka masyarakat ini tentu memiliki alasan logis, Sebab dalam perspektif epidemiologi, terjadinya suatu penyakit dan atau masalah kesehatan tertentu disebabkan karena adanya keterhubungan antara pejamu (host) dalam hal ini adalah manusia atau makhluk hidup lainnya, penyebab (agent) dalam hal ini adalah suatu unsur, organisme hidup, atau kuman infektif yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit, dan lingkungan (environment) dalam hal ini merupakan faktor luar dari individu yang dapat berupa lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Kenneth J. Rothman dkk. (2008) dalam buku “Modern Epidemiology” menjelaskan bahwa kondisi keterhubungan antara pejamu, agen dan lingkungan adalah suatu kesatuan yang dinamis yang jika terjadi gangguan terhadap keseimbangan hubungan diantaranya, inilah yang akan menimbulkan kondisi sakit.
Berawal dari prasangka, akhirnya dapat
muncul sikap diskriminasi. Sikap diskriminasi yang paling jelas berupa
kekerasan simbolik. Misalnya,
saat individu X berada di ruang sosial tertentu dan melihat ada individu Y yang berada di
dekatnya bersin-bersin dan batuk, individu X tiba-tiba segera menjauh karena merasa khawatir, jika individu Y terjangkit
virus corona. Padahal,
individu Y hanya mengalami flu biasa. Contoh lainnya dari sikap diskriminasi yaitu,
seperti tidak mau menolong orang lain secara kontak fisik terhadap orang yang
diduga terjangkit virus corona.
Selain disorganisasi sosial, rasa takut
atas wabah virus corona juga mengakibatkan terjadinya disfungsi sosial.
Disfungsi sosial membuat seseorang
atau kelompok masyarakat tertentu tidak mampu menjalankan fungsi sosialnya dengan baik sesuai dengan status
sosialnya. Dibeberapa pemberitaan yang ada saat ini dimedia terlihat bahwa tenaga kesehatan yang mengalami ketakutan
akan terjangkitnya corona saat memberikan pelayanan bantuan kepada pasien
positif covid. Rasa takut ini membuat para tenaga kesehatan tidak maksimal dalam menjalankan fungsi
sosialnya. Contoh lainnya seperti,
individu yang sebagai makhluk
sosial mulai membatasi kontak sosialnya dengan tidak mau menolong orang yang
belum tentu positif terjangkit virus corona.
Disfungsi sosial membuat individu justru
mengalami gangguan pada kesehatannya. Dalam perspektif sosiologi kesehatan,
kondisi sehat jika secara fisik, mental, spritual maupun sosial dapat membuat
individu menjalankan fungsi sosialnya. Jika kondisi sehat ini terganggu, dalam kasus ini terganggu
sosialnya. Tentu individu ini dinyatakan sakit.
Kondisi sakit di sini sebagaimana yang
dikemukakan Talcott Parsons (1951) dalam bukunya “The Social System”. Bahwa ia
tidak setuju dengan dominasi model kesehatan medis dalam menentukan dan
mendiagnosa individu itu sakit. Bagi Parsons, sakit bukan hanya kondisi
biologis semata, tetapi juga peran sosial yang tidak berfungsi dengan baik.
Parsons melihat sakit sebagai bentuk perilaku menyimpang dalam masyarakat.
Alasannya karena orang yang sakit tidak dapat memenuhi peran sosialnya secara
normal dan karenanya menyimpang dari normal merupakan suatu yang konsensual.
2.2
Peran Pemerintah, Lembaga serta Masyarakat dalam Menyelesaikan
Masalah Sosiologi Saat Pandemi Covid-19 Berlangsung
Pemeritah secara resmi menetapkan wabah virus corona (Covid-19) sebagai Bencana Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional. Selayaknya upaya pemerintah secara utuh hadir untuk semua masyarakatnya lahir bathin tanpa memandang kasta, dan tingkat ekonomi. Dalam keadaan bencana, pemerintah diamanatkan oleh konstitusi harus mampu menjamin keselamatan ataupun kelansungan hidup masyarakatnya ditengah bencana.
Semua upaya yang saat ini sedang dilakukan pemerintah melalui langkah-langkah pembatasan sosial untuk membatasi penyebaran wabah virus menakutkan ini, tentulah akan berdampak kepada daya masyarakat dalam mengikuti himbauan pemerintah. Mulai harus tetap di rumah, menjaga jarak, hingga dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker.
Setiap aturan yang diterbitkan, pada umumnya ada dan akan menimbulkan konsekuensi dan sanksi dari peraturan itu sendiri. Dan masing-masing daerah menetapkan aturan berbeda-beda tergantung topografi dan karakter masyarakatnya sendiri, hingga saksi yang berbeda pula. Saat ini tingkat kesadaran masyarakat berangsur-angsur mulai terlihat dan semakin membaik. Hal ini dapat dibuktikan, dengan adanya kesadaran masyarakat akan bahaya virus corona yang bisa mengancam siapa saja, baik itu orang miskin, orang kaya, bahkan pejabat maupun tidak pejabat juga bisa terpapar oleh virus ini.
Dalam menghadapi Pandemi Covid-19 saat ini, Pemerintah mau tak mau harus seratus persen menjamin keberlangsungan hidup semua rakyatnya tanpa memandang kasta dan tingkat ekonomi, agar aturan yang dikeluarkan bisa secara optimal diikuti masyarakat.
2.3 Upaya dalam Menyelesaikan Masalah Sosiologi Saat Pandemi Covid-19 Berlangsung
Upaya-upaya dalam menghadapi Covid-19 sudah dilakukan. Namun, sampai kapan masyarakat dan berbagai sektor kehidupannya harus hidup dalam rasa ketidakpastian, ketidaknyamanan dan ketidakamanan dari situasi Pandemi saai ini? Hal inilah yang masih menjadi pertanyaan sampai sekarang. Mengingat, vaksin atau obat untuk penyembuhan para korban yang terinfeksi Covid-19 belum juga ditemukan. Bahkan, Para Ahli telah memprediksi jika Pandemi Covid-19 akan berlangsung hingga tahun depan.
Tatanan kehidupan normal baru atau new normal menjadi alternatif exit strategy, dalam menjawab situasi dan kondisi yang terjadi saat ini. Tatanan new normal merupakan transformasi perilaku hidup di masyarakat untuk tetap menjalankan aktivitas normal, namun dengan menerapkan protokol kesehatan sampai ditemukannya vaksin yang dapat menyembuhkan para korban yang terinfeksi Covid-19.
Secara Sosiologis, tatanan new normal sama dengan istilah adaptasi hidup darurat Pandemi. Maksud dari tatanan new normal agar berbagai sektor kehidupan yang tadinya tersendat bahkan berhenti, dapat (sedikit) bergerak lagi. Dengan kata lain, adaptasi hidup darurat Pandemi sebagai upaya meredam laju tingkat kerentanan sosial di masyarakat yang tidak menentu.
New normal harus direncanakan secara Komprehensif. Sebab, penetapan new normal dapat diibaratkan seperti pisau bermata dua yang artinya, bisa menguraikan masalah maupun menambah masalah. Belum tentu realitas pelaksanaan protokol kesehatan mudah dilakukan di lapangan, walaupun protokol kesehatan dapat dengan mudah dirumuskan. Untuk itu, Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai kajian multidisiplin ilmu dalam menerapkan kebijakan new norma
Berbagai hal yang perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah saat menerapkan kebijakan new normal, antara lain: Seperti apa aktivitas kehidupan masyarakat yang sesuai dengan protokol kesehatan; bagaimana kemampuan negara dalam melakukan pengawasan terhadap masyarakat; sarana dan prasarana apa saja yang dibutuhkan; bagaimana pola manajemennya; serta bagaimana tindakan yang tepat saat terjadi peningkatan kasus.
Untuk itu, harus terus dilakukan cara dalam mengubah pandangan masyarakat atas situasi dan kondisi yang terjadi saat ini. Tentu saat transisi new normal, akan ada cultural shock di masyarakat. Sebab cara kehidupan yang tidak biasa dilakukan harus dilakukan saat kehidupan new normal sebagai cara hidup baru. Sarana dan prasarana mutlak harus disediakan. Sumber ekonomi bagi masyarakat perlu dicarikan alternatifnya, serta jaring pengaman sosial harus tetap konsisten dijalankan.
Jika skenario new normal menjadi pilihan sambil menunggu vaksin Covid-19 ditemukan, maka kolaborasi dari semua pihak menjadi syarat wajib. Tidak hanya pemerintah, tetapi masyarakat pun harus menjalankan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Jika tidak ada kolaborasi, kasus terinfeksi Covid-19 akan semakin parah peningkatannya seperti yang diprediksi oleh para ahli kesehatan.
Kolaborasi dari semua pihak menjadi syarat wajib jika skenario new normal menjadi pilihan, sambil menunggu Vaksin Covid-19 ditemukan. Untuk itu, tidak hanya Pemerintah saja yang harus menjalankan protokol kesehatan, tetapi masyarakat pun harus menjalankan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Seperti yang telah diprediksi oleh Para Ahli Kesehatan, bahwa kasus terinfeksi Covid-19 akan semakin parah peningkatannya, jika tidak ada kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, peran Pemerintah sebagai aktor utama harus komitmen dalam menjalankan perannya, sehingga dapat terbangun sebuah kolaborasi. Langkah-langkah secara terencana dan konsisten patut dilakukan Pemerintahan, seperti halnya dalam pemenuhan perlindungan sosial, jaminan sosial, maupun pelayanan sosial. Masyarakat pasti akan merasa aman dan mau berkolaborasi, karena negara turut hadir dan peduli terhadap masyarakat. Kondisi new normal harus diakui akan menyebabkan perubahan sosial, termasuk pola perilaku dan proses interaksi sosial masyarakat.
Keadaan new normal menekankan pada perubahan perilaku yang tetap merujuk pada protokol kesehatan, sehingga aktivitas secara normal tetap berjalan. Namun apabila penerapan new normal tidak disertai kedisiplinan tinggi oleh masyarakat, tentu tidak akan bisa berjalan dengan maksimal. Apalagi hingga saat ini, data kasus Covid-19 masih menunjukkan angka fluktuasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan edukasi dalam masyarakat secara terus-menerus dengan tujuan untuk menerapkan hidup new normal dalam aktivitas sosial mereka. Masyarakat perlu dibiasakan agar disiplin mematuhi protokol kesehatan. Sebab dengan adanya Pandemi Covid-19 saat ini, telah memaksa kita untuk adaptif terhadap segala bentuk perubahan.
BAB III PENUTUP
Secara sosiologis, pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan sosial yang tidak direncanakan. Akibatnya, ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi pandemi ini pada gilirannya telah menyebabkan disorganisasi dan disfungsi sosial pada kehidupan masyarakat. Untuk itu, peran Pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19 sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia. Salah satu kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah, yaitu dengan diterapkannya kehidupan normal baru atau biasa disebut New Normal. New normal menjadi salah satu strategi alternatif yang diterapkan oleh Pemerintah dalam masa pandemi saat ini. Meskipun demikian, penerapan kehidupan normal baru tidak akan berjalan dengan maksimal, apabila tidak disertai kedisiplinan tinggi oleh masyarakat. Maka dari itu, masyarakat perlu dibiasakan agar disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan.
Banyak kalangan menilai, upaya Pemerintah dalam menjalankan kebijakan saat pandemi Covid-19, masih dianggap sebagai kata-kata manis ditengah keterbatasan negara dalam memberikan jaminan kelangsungan hidup rakyat Indonesia. Keterbatasan tersebut seharusnya dikatakan dengan jujur kepada rakyat, agar rakyat juga menyadari betapa pentingnya arti kata-kata persatuan dan gotong royong, apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini.
3.3
Saran
Sebaiknya
masyarakat perlu dibiasakan agar lebih disiplin dalam mematuhi protokol
kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Dan pemerintah diharap lebih
tegas dalam memberikan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi masalah sosiologi
dan masalah lainnya yang timbul di masa pandemi Covid-19 saat ini.
https://www.mypurohith.com/pengertian-sosiologi/
https://kolom.tempo.co/read/1314927/wabah-virus-corona-dan-masalah-sosiologis
https://lombokpost.jawapos.com/opini/15/07/2020/perubahan-sosial-di-era-pandemi/
https://www.google.com/amp/s/kolom.tempo.co/amp/1351996/negara-masyarakat-dan-era-new-normal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
If you have question, please written in comment column